Sahabat marsinah, seni adalah ekspresi dari pemikiran manusia dan memuat pesan bagi khalayak. Melukis adalah bahasa warna antar sesama manusia. Dalam sejarah perkembangan seni lukis, jarang terdengar di telinga kita, dalam literatur sejarah, dalam pelajaran di sekolah-sekolah soal sosok perempuan pelukis Indonesia yang berperan mengembangkan seni lukis itu sendiri. Dalam perempuan pelita episode 20 Februari 2014 ini, redaksi perempuan pelita mengangkat salah seorang perempuan pelukis Indonesia yang adalah pelopor seni lukis modern Indonesia. Saya, Dias, seperti biasa siap menemani sahabat marsinah selama 1 jam ke depan, di marsinah 106 fm, radio buruh perempuan untuk kesejahteraan dan kesetaraan (iklan dan lagu)
Perempuan pelukis pertama di Indonesia yang paling aktif menyelenggarakan pameran ini lahir di Tanawangko (Kampung Tidore), Sulawesi Utara tahun 1894. Pameran pertamanya ia gelar pada tahun 1940 bersama Persagi (Persatuan Ahli Gambar Indonesia) di Toko Buku Kolf. Salah satu lukisan yang dipamerkan di masa itu adalah “Telaga Warna”. Setahun kemudian, ia terlibat dalam pameran perintis pelukis pribumi di Batavia Kuntskring. Dalam pameran ini, beberapa lukisannya dipajang Pekuburan Dayak Pnihing, Orang-orang Papua, dan Kampung di Teluk Rumbolt. Suatu kali, lukisannya, Pasar dan Angklung dihadiahi oleh pemerintah Jepang di masa pendudukan jepang. Hadiah itu berjuluk “Saiko Sjikikan”. Desember 1943, Emiria menggelar pameran tunggal di Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Ia terus aktif di dunia seni Jakarta hingga memasuki masa kemerdekaan.