Blue Fire Pointer

Sabtu, 24 Mei 2014

Meena, Melawan Sistem Kasta Dengan Menulis






Sahabat marsinah tentu sebagian menggemari lagu dan film India, pun juga pasti suka dengan Bolliwood Hits yang menyuguhkan lagu-lagu India. Nah, Perempuan Pelita yang hadir tiap kamis jam 7-8 malam, kali ini menghadirkan perempuan India yang aktif di dunia sastra sekaligus aktivis yang memperjuangkan penghapusan kasta di masyarakatnya. Untuk memperjuangkan gagasannya, ia kerap menjadi pembicara di kuliah-kuliah umum terkait gender dan kasta. Sebelum kita melangkah jauh tentang sosok perempuan ini, kita nikmati dulu yuuuk tembang asik yang satu ini (iklan dan lagu)

Panggil dia Meena, nama lengkapnya adalah Ilavenil Meena Kandasamy, terlahir pada tahun 1984 dari keluarga Tamil Nadu, India. Dibesarkan dalam masyarakat berkasta yang tak menempatkan sesama manusia tak setara, beda derajat beda martabat. Situasi itu membentuk Meena sebagai perempuan yang tak mau tunduk pada sistem kasta. Gagasannya membuncah, ia menolak sistem kasta, kesetaraan adalah mimpinya.

Gagasannya muncul melalui karya sastra, koleksi puisi pertamanya berjudul Touch diterbitkan pada bulan Agustus 2006. Dalam karyanya ini, Kamala Das memberi kata pengantar. Buku kumpulan puisi keduanya pun diterjemahkan hingga 5 bahasa yang berbeda. Puisi ke duanya Ms.Militancy diterbitkan satu tahun berikutnya. Karya lainnya, seperti Mascara, dan My Lover speak of Rape yang kemudian memenangkan penghargaan pertamanya di semua kompetisi puisi. Kedua buku itu direview oleh New Indian Express. Touch dikritisi karena banyak salah bahasa, meski temanya cukup menarik. Ms.Militancy digambarkan sebagai sebuah improvisasi penggunaan bahasa Inggris namun justru jadi bencana. Sebuah review tentang puisi The Hindu mendapat kritik negatif dalam hal konteks, menggambarkan karya Meena termasuk sulit bagi siapapun yang terbawa politik mainstream. Puisinya yang selalu tentang perempuan dan tubuh perempuan, tentu saja tidak diperbolehkan dalah diskursus politik mainstream. Sebuah analisa terhadap puisinya berjudul Touch dan Ms Militancy di Jurnal Kultur Pos Kolonian dan Masyarakat menyimpulkan bahwa Meena bukan hanya seorang penulis yang mengkritik mode umum pendidikan namun juga dengan tegas menembus masa depan yang belum pula lahir.

Beberapa karyanya diterbitkan di beragam jurnal seperti The Little Magazine, Kavya Bharati, Indian Literature, Poetry International Web, Muse India, Quarterly Literary Review,Outlook, Tehelka and The New Indian Express. Ia bahkan pernah diundang untuk menghadiri Program Menulis Internasional di Universitas IOWA pada tahun 2009, dimana ia termasuk orang termuda dari India yang mewakili negerinya. Pada bulan Januari 2013, ia menulis buku berjudul Kasta dan Kota 9 Gerbang, yang adalah karya non fiksi.

Tak hanya cinta menulis, Meena juga gemar menerjemahkan. Meski ia menulis dalam bahasa Inggris, ia juga menerjemahkan prosa dan puisi dari Tamil. Ia sempat menerjemahkan karya beberapa penulis termasuk Periyar E. V. Ramasamy, Thol, penulis Thirumavalavan and Tamil Eelam seperti Kasi Anandan, Cheran and VIS Jayapalan ke dalam bahasa Inggris. Tentang perannya sebagai penerjemah, Meena pernah berucap “saya tahu tidak ada batas, ikatan dan style khusus dalam puisi – kau bebas bereksperimen, kau bebas menemukan suaramu sendiri, kamu bebas salah dan bebas gagal sekali dalam sekali waktu, karena semua terjadi bersamaan ketika kamu menerjemahkan”

Bagaimana kisah Meena sebagai seorang penulis feminis di negeri yang berkasta? Tentu tidak mudah memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam budaya yang kental diskriminasi. Namun bukankah orang menjadi semakin kuat karena dididik melalui kesukaran, bukan kemudahan. Sebelum lebih jauh lagi, kita santai dulu yuuuk dengan lagu yang satu ini...
Bagi Meena, dalam masyarakat berkasta di India, bukan feminisme yang menjadi problemnya. Problem itu muncul dari masyarakat India adalah kenyataan bahwa mereka juga bagian dari Hidutva, sebuah sistem kasta dimana perempuan diletakkan hanya boleh pada tempatnya menurut ajaran yang dianutnya. Kebanyakan aturan terkait perempuan tidak hanya berbasis misoginis namun juga ajaran agama dan berbasis kasta. Sehingga tentu saja feminisme yang membongkar itu semua membuat berbagai pihak marah. 

Feminisme untuk beberapa alasan, setidaknya bagi lelaki, diterjemahkan ke dalam kalimat “ia, perempuan membenci lelaki”. Kala kau mengatakan dirimu feminis, kamu sekaligus harus mengklarifikasi apa makna dari feminismemu, karena kadang feminisme digunakan sebagai dalih untuk membungkam atau membenarkan apa yang terjadi, seperti di Afganistan. Tetapi feminisme bukanlah sebuah korporasi ataupun proyek imperialis. Feminisme adalah proyek akar rumput, proyek rakyat. Sebagai seorang feminis kau butuh memperjelas kemana kamu datang dan dimana kamu berasal. Kau harus mendefinisikan ruang bagi dirimu sendiri namun juga membiarkan rakyat tahu bahwa mereka sesungguhnya tak punya urusan dengan apa yang sedang kau kritik.

Saat ini, Meena menerbitkan novel terakhirnya berjudul “Dewa Gipsi” berdasarkan kisah nyata pembantaian Kilvenmani, dimana sebuah kelompok yang sedang melakukan pemogokan buruh dibunuh oleh sebuah genk. Menulis sesuatu yang brutal dan personal sedangkan dirinya berasal dari kasta tertentu adalah proses yang berat. Tentang hal ini Meena mengisahkan peran penting kedua orang tuanya yang menikah meski dari kasta yang berbeda. Tak hanya orang tuanya, kakek neneknya pun melakukan pernikahan antar kasta, dan keluarga Meena hanya sedikit dari sekian banyak masyarakat yang merupakan hasil dari pernikahan antar kasta selama 3 generasi berturut turut. “Saya sendiri menentang menjadi bagian dari kasta tertentu. Hal ke dua,bagi saya lebih mudah menulis tentang kisah orang yang berkunjung ke Inggris, lalu jatuh cinta dengan lelaki beda bangsa. Tapi saya merasa tidak cukup, jadi saya berkeinginan menulis tentang sesuatu yang memaparkan tentang diri saya dengan akar saya di Tanjore (sebuah kota di sebelah selatan negara bagian India Tamil nadu) dan membantu saya untuk memahami mengapa seseorang seperti ayah saya harus begitu berputus asa sampai ingin menghilang.

Ketika saya mulai bekerja di Kerala, yang 100% buruhnya melek huruf dan kesadaran komunis mulai membesar, saya heran kenapa ini tidak terjadi di Tamil Nadu. Mengapa kami menjadi korban politik identitas yang bertentangan dengan politik komunis dalam skala besar? Peristiwa pembantaian Tamil Nadu adalah salah satu pembantaian terburuk di India. 44 lekaki, perempuan dan anak-anak terbunuh, diantaranya 15 orang adalah perempuan dan 23 anak kecil. Saya melihat apa yang sesungguhnya terjadi dalam peristiwa ini dan bagaimana kisah itu muncul.

Dalam menulis, tentu saja, tercermin pula kisah hidup pribadi, pengalaman pribadi dalam tulisan kita. Demikian halnya ketika Meena menulis sebuah karya baik puisi ataupun novel. Nah, bagaimana pengalaman hidup mempengaruhi tulisannya? Kita akan lanjutkan kisahnya setelah yang satu ini. (lagu dan iklan)

“Ketika menulis puisi” ucap Meena, “biasanya orang berupaya untuk membatasi otobiografi ekstremnya sebagai penulis dan kau tak bisa melepaskan diri darinya. Saya rasa letak persoalnnya ada di awal ketika kita hendak menulis, biasanya di internet (awal 1990an) tanpa perlu mencantumkan nama, kita hanya mencantumkan sebagai anonim saja, kita bisa mengelola blog tanpa mencantumkan nama kita dan tak seorangpun mengetahuinya. Sekarang, dengan FB dan sosial media lainnya proses menulis jadi brutal, hanya dengan satu tangan kau bisa dihakimi hanya karena menulis kisahmu sendiri dan sebaliknya hal yang privatpun jadi publik. Setiap orang di seluruh dunia mengetahui kemana kita pergi, dengan siapa kita jumpa, apa yang kita makan. Ruang privasi kita jadi sangat terbatas. Namun, di sisi lain, saya merasa dengan sosial media, korban kekerasan bisa lebih mudah menceritakan kisahnya melalui sosial media. Saat saya terjebak dalam sebuah pernikahan yang sarat kekerasan, dan kemudian keluar darinya. Saya keluar dan berbagi kisah saya, saya mendapat ribuan email dari kaum perempuan dari segala penjuru yang mengatakan bahwa saya sudah mengisahkan kisahnya, sesaat ketika saya berbagi kisah. Ternyata ketika kita berbagi kisah keberanian kita, itu bisa memunculkan keberanian orang lain. Dan itu menakjubkan.

Tentang terjemahannya, Meena mengisahkan bahwa yang ia terjemahkan selalu terkait dengan gerakan Dalit di Tamil Nadu. Militansi, semangat, dalam melawan otokrasi kasta sangat menginspirasi. “Saya memutuskan menerjemahkan kisah tentang mereka dan meletakkan domain yang lebih luas tentangnya agar siapa saja bisa memahami apa yang sedang terjadi dan menjadi bagian diskursus di wilayah akademik”. Gerakan Dalit sendiri tak hanya mendiskusikan kasta, mereka juga mendiskusikan isu seperti perjuangan pembebasan di Palestina, mendiskusikan Gujarat dan kasus serupa.

Tulisan-tulisannya pun biasanya bermula hanya untuk dirinya di sebuah ruang privat seperti buku harian, baru kemudian dipublikasikan untuk khalayak. Menulis bagi Meena bukan sekedar aktivitas menulis, tapi merupakan aktivisme itu sendiri. Semisal, ia harus meletakkan pandangan politiknya dalam setiap tulisan yang ia buat. Di situlah tulisan tidak sekedar aktivitas menulis tapi sebuah aktivisme. Meski demikian, menuangkan estetika keindahan dalam tulisan tetap penting agar tulisan tidak menjadi kering.”Saya rasa propaganda bisa terasa indah bila makna kenapa kau menuliskannya benar-benar tertuang. Jika kau berpropaganda melawan kasta, maka propaganda itu sendiri adalah hal indah yang dikerjakan.

Tak hanya menulis, Meena juga aktif melakukan aksi protes melawan eksploitasi lingkungan, dimana sumber daya alam banyak dikeruk untuk kepentingan segelintir orang.

Berjuang tidak hanya dengan fisik, berjuang juga bisa lewat tulisan, karena tulisan bisa hidup kekal hingga ke masa depan. Meena, seorang aktivis perempuan yang tidak hanya turun ke jalan melawan sistem kasta, menuntut kesetaraan dan menentang eksploitasi lingkungan. Ia juga menuliskan gagasannya dalam untaian puisi, prosa dan novel. Buat sahabat marsinah, tak ada salahnya lho mulai menulis, dari hal sederhana, keseharian kita. Alangkah bergunanya tulisan kita bila bisa dibaca sesama perempuan lain. Saya, Dias, undur diri dan kerabat kerja marsinah fm mngucapkan terimakasih, salam setara, sampai jumpa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar